Ditepi
sebuah desa tersebutlah sebuah Pesraman dengan
panorama alamnya yang asri penuh bunga berwarna warni serta sebuah telaga
dengan pancoran yang Bapakat mendamaikan hati bagi siapa saja yang melihatnya.
Di Pasraman tersebut hiduplah seorang yang sudah sepuh dan Bapakat bijaksana yang
telah dapat menundukkan gejolak egoisme dan telah mengalami pencerahan bathin.
Banyak orang berkunjung ke pesraman tersebut untuk berdiskusi tentang
pengetahuan ke Dhiyatmikaan (kerohanian) maupun konsultasi atau minta
petuah-petuahnya didalam mengarungi bahtera kehidupan didunia ini.
Pada
suatu hari yang cerah datanglah seorang pemuda dengan wajah kusutnya, rambut
acak-acakan, langkah lebai…. Menemui Bapak Sepuh nan bijaksana. Sepertinya pemuda
ini sedang menghadapi persoalan hidup yang berat dan hidupnya tidak bahagia. Pemuda
tersebut berharap mendapatkan nasihat emas sebagai penawar kemuraman di
hatinya. Di depan Bapak Sepuh nan Bijak,
pemuda itu menceritakan seluruh masalahnya....dan Bapak Sepuh nan Bijak dengan
sabar mendengarkan cerita si Pemuda.
"Begitulah
permasalahan hidup saya Bapak Sepuh nan Bijak. Apa yang harus aku perbuat, berilah aku petunjuk dan nasihat terbaikmu," ujar pemuda itu.
Bapak
Sepuh nan Bijak beranjak dari duduknya
dan ke belakang mengambil sesuatu
berupa segelas air dan segenggam garam, yang lantas
dimasukkan ke dalam gelas.
"Minumlah,
anak muda," perintah Bapak Sepuh.
"Dan bagaimana rasanya?"
"Oh, asin sekali, rasanya pahit sekali," jawab pemuda sambil membuang air yang telah diminumnya.
Bapak Sepuh tersenyum. “Mari Nak, ikutlah bersamaku”, ajak Bapak
Sepuh.
Berjalanlah Bapak Sepuh diikuti
pemuda itu ke sebuah telaga yang airnya sangat
bersih dan dingin yang tidak jauh dari pondoknya. Sesampai di tepi telaga, Bapak
Sepuh menaburkan segenggam garam ke tengah telaga.
"Sekarang, minumlah air telaga itu!" kata Bapak Sepuh.
Pemuda itu menuruti perintah Bapak Sepuh.
"Bagaimana rasanya?" tanya Bapak Sepuh.
"Oh, segar sekali," jawab pemuda itu.
"Apakah kamu masih merasakan ada rasa asinnya garam?"
"Tidak, sama sekali tidak, " pemuda itu menjawab dengan penuh semangat.
"Kau tahu kenapa?"
Pemuda itu menggelengkan kepalanya
"Anak muda dengarkanlah....Masalah yang kamu hadapi itu sama seperti segenggam garam. Sama-sama pahit. Tidak lebih tidak kurang. Sedikit atau banyak, rasa asin, atau rasa pahit akan tetap sama.
"Tetapi pahit yang dirasakan tergantung dengan WADAH atau TEMPAT yang kita miliki. Dan kau tahu wadah yang kita miliki untuk menampung kepahitan-kepahitan hidup?"
Pemuda itu hanya menggeleng untuk kesekian kalinya. Bapak Sepuh menepuk pundaknya dengan kasih.
"HATI-mu adalah WADAH itu. kalau hatimu seluas gelas, maka kamu akan merasakan kepahitan yang amat sangat, tapi kalau hatimu seluas telaga, maka kepahitan itu akan hilang. Jadi kalau kamu ditimpa kepahitan hidup, satu-satunya jalan adalah MELUASKAN HATI-mu seluas mungkin. Jangan jadikan hatimu seluas gelas, jadikanlah hatimu seluas telaga yang akan meredam kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Anak muda .....Semoga kamu dapat meluaskan hati-mu.....agar dapat mengatasi semua gejolak, persoalan kehidupan ini....dan merubahnya menjadi sebuah Anugerah.....
Setelah mendengar nasehat Bapak
Sepuh, akhirnya Pemuda itu mohon pamit dan pulang dengan wajah tersenyum dan
penuh optimisme untuk menghadapi masalah hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar