01 Maret 2012

KISAH SAUDAGAR TUA DAN PENGEMIS MUDA…………

Disuatu pagi yang cerah, seorang saudagar tua sedang bersantai ria menikmati suasana pagi ditaman depan rumahnya yang megah bak sebuah istana sambil membaca Koran dan dihadapannya tersedia sebuah meja dengan sarapan pagi berupa teh poci hangat dan pisang goreng kesukaannya. Pada saat bersamaan tanpa sengaja lewat  seorang pemuda berpakaian lusuh dan kumal dengan wajah mengiba menyapa saudagar tua tersebut. “Tuan, kasihanilah saya..berilah saya makan tuan,” rengek pemuda itu. Mendengar sapaan tersebut Saudagar tua tersebut menghentikan baca korannya. Dilihatnya sumber datangnya sapaan tersebut. Seorang pemuda berbadan sehat dan bugar  terbungkus pakaian kumal dan lusuh dan raut wajah tampan diselimuti mendung kemurungan penuh penderitaan.
“Kasihanilah saya tuan…. Berilah kami sedekah”, kembali  pemuda tersebut menyampaikan permintaannya ketika saudagar tua tersebut memandangnya.
“anak muda,…kemarilah duduklah disebelahku dan mari sarapan teh hangat dan pisang goreng bersamaku, kata saudagar tua dengan bijaknya. Pemuda tersebut mulanya ragu mendengar tawaran Saudagar tua tersebut. Tumben ada seorang saudagar bijaksana menawarinya sarapan bareng. Tidak mungkin, dia seorang saudagar dan aku seorang gelandangan pikirnya. Namun ketika saudagar itu memintanya untuk kedua kalinya, akhirnya dengan malu-malu pemuda gelandangan tersebut menghampiri saudagar tua dan duduk dilantai taman.
“minum dan makanlah sarapan ini buat mengganjal perutmu anak muda”, kata saudagar tua sambil menyuguhkan teh hangat dan pisang goreng.  Pemuda tersebut dengan kepala tertunduk  malu meminum dan memakan sarapan paginya.  Pengusaha  tua penasaran, apa gerangan yang membuat si pemuda tampak lesu dan rendah diri. 
“pagi ini cuaca begitu cerah, udara begitu segar dan burung bernyanyi dimana-mana. Lihat betapa indahnya dunia ini. Tapi mengapa engkau tampak bersedih dan murung anak muda ? apakah kamu sedang ditimpa masalah ?” kata saudagar tua mengawali perbincangannya dengan si pemuda.
Pemuda tersebut  menggelengkan kepala, dan menjawab, “Tuan bagiku pagi hari ini sama saja dengan hari-hari kemarin. Membosankan  dan menyedihkan”.
“Mengapa begitu anak muda ?”,  selidik Saudagar tua
“Saya ini orang miskin dan nasibku selalu jelek. Jangankan rumah untuk tempat tinggal,  pekerjaanpun tidak punya, untuk makan pun saya kesulitan. Bagaimana saya tidak bersedih  ?”, anak muda itu menjelaskan.
Mendengar pengakuan pemuda itu,  Saudagar tua itu tersenyum bijak. “hem…. Anak muda, seharusnya kamu tidak perlu bersedih seperti itu. Justru sebaliknya  kamu harus bangga dan gembira karena sesungguhnya kamu orang yang sangat kaya..”
Pemuda itu terhenyak. “apa tuan bilang ?  Saya ini sangat kaya ? Tuan…., tolong tuan jangan permainkan saya!” ujar si Pemuda kesal.
“Ha..ha..ha.. jangan marah-marah dulu anak muda. Akan kubuktikan apa yang kukatakan bahwa sesungguhnya kau adalah orang yang kaya raya,” ungkap saudagar tua.
“Anak Muda, jawab pertanyaanku…. Seandainya aku bayar kamu 10 juta rupiah , maukah kamu menukar kesehatan badanmu, dan besok kamu menderita sakit – sakitan ?
Mendengar penawaran si saudagar tua, anak muda tersebut dengan tegas menjawab, “saya tidak mau…!”  
“Baiklah, bagaimana kalau aku naikkan penawaranku. Jika aku bayar lagi 20 Juta rupiah, maukah kau menukarkan keremajaanmu dan besok kau berubah menjadi tua sepertiku..?”
“Gila… masak masih muda begini disuruh jadi tua seperti kakek-kakek ?  Tidak tuan, saya tidak mau….. !”
“Jika aku tambahkan lagi 30 Juta rupiah, maukah kau menukarkan ketampanan wajahmu dan besok kau berubah muka menjadi orang jelek dan menyeramkan …?”
Tanpa berpikir panjang pemuda tersebut menjawab, “Saya tidak mau…!”
“Hebat….aku tambah lagi ! sekarang aku tingkatkan lagi. Aku tambahkan bayaranku lagi 40 juta rupiah! Nah, maukah kau menukar kebijaksanaanmu dan besok kamu berubah menjadi orang bodoh dan idiot ?”
“Tidak mau…! Buat apa hidup kalau tidak punya otak ? Tidak…..tidak tuan!”
Saudagar  tua kelihatan semakin tertantang untuk memberikan pelajaran kebijaksanaannya. “Baiklah, ini penawaran terakhir. Dari semua jumlah penawaranku tadi, aku tambahkan 50 juta rupiah lagi! Dan…maukah kau menukar nuranimu sehingga besok kau boleh mulai menipu dan membunuh orang sesuka hatimu..?”
“Gila…! Tuan, saya bukan orang seperti itu. Saya masih punya harga diri dan hati nurani. Saya tidak mungkin menerima tawaran Tuan. Tidak…. Sekali lagi tidak…!” kata pemuda itu.
“Nah, anak muda…aku sudah menawarkan kepadamu total 150 juta rupiah! Itu jumlah yang sangat-sangat besar. Tetapi, tetap saja tidak satu pun dari dirimu yang bisa aku beli. Berarti, apa yang kau miliki dan tidak mau kau jual tadi pasti merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya. Sesungguhnya kekayaan yang melekat pada dirimu memang nilainya jauh melebihi 150 juta rupiah. Itulah modal dan kekayaanmu yang sesungguhnya. Nah..anak muda, aku sudah buktikan bukan, bahwa kamu memang kaya. Maka mulai saat ini juga, berhentilah meratapi nasib dan mulailah berusaha !” kata saudagar tua. Mendengar nasehat tersebut, anak muda tadi seketika tersadar. Ia pun segera bangkit dan berucap, “Tuan, terima kasih atas penawaran kebijakanmu. Beberapa pun yang Tuan tawarkan, saya memang tidak akan mau menukar apa pun yang saya miliki. Saya   malu dan menyesal telah menyia-nyiakan masa muda saya dengan selalu murung, menyesali nasib dan malas berusaha.  Ternyata saya bukanlah orang miskin. Saya punya modal yang cukup. Saya berjanji untuk mempertahankan modal ini, tidak mengeluh lagi, tidak menyesali nasib, dan akan rajin berusaha untuk menambah kekayaan saya. Sekali lagi terima kasih, Tuan!” dan anak muda itu segera bergegas pergi untuk memulai lembaran hidup baru.

Demikianlah sesungguhnya potensi diri dan kehidupan kita saat ini tentulah memiliki nilai yang jauh lebih berharga jika dibandingkan harta kekayaan, seberapapun  besarnya harta kekayaan tersebut. Sebab, selama kita masih mempunyai kehidupan, punya akal budi, kebijaksanaan, tubuh yang sehat, dan hati nurani yang bersih, maka apa pun yang kita inginkan suatu hari nanti pasti dapat kita raih. Asal kita mau bekerja keras dan berjuang dengan sepenuh hati untuk mencapainya.
Modal yang ada  di dalam diri kita itulah kekayaan yang sejati. Jika kita mengabaikan modal itu dan hidup kita terpuruk, maka salah besar kalau kita salahkan nasib. Apalagi menganggap Tuhan tidak adil. Jadi , jangan sia-siakan waktu hanya untuk berkeluh kesah dan meratapi nasib jelek. Perubahan nasib ada ditangan kita sendiri. Yang pasti, Tuhan akan memberikan jalan kepada mereka yang berjuang keras untuk memperbaiki kehidupannya.

Inspiration from 18 Classical Motivation Stories   AW

Tidak ada komentar: