13 April 2009

Tiada Tuhan selain Ida Sanghyang Widhi Wasa


Mendengar atau membaca pernyataan diatas mungkin akan menjadi sebuah pertanyaan besar bagi umat Hindu karena seumur-umur seorang penganut Hindu tidak pernah mendengar atau menemukan dalam kotbah/Dharma Wacana maupun Kitab-Kitab Suci yang mengklaim bahwa “Tiada Tuhan selain Tuhannya umat Hindu (Sanghyang Widhi Wasa)” sehingga pernyataan diatas terasa begitu aneh kedengarannya. Akan tetapi kalau umat lain (khususnya pemeluk agama Abrahamik (Yahudi, Kristen, dan Islam) pernyataan/pengakuan atas “Tiada Tuhan selain Tuhan Saya” itu sudah bukan hal yang aneh/asing lagi, melainkan sudah menjadi doktrin mereka.
Bagi umat Hindu pengikut Ksamenisme, “Sanghyang Widhi, Allah, Yesus” sama saja, semua itu hanya nama.

Di dalam Weda ada Mahawakya, ucapan agung sebagai berikut :
Mereka menyebutnya Indra, Mitra, Varuna, Agni atau burung matahari sorga Garutmar, para maharesi menyebut banyak nama kepada yang satu, mereka bicara tentang Agni, Yama, Matariswan, “ 15 (Rig Weda I, 164, 6: 46). “Dia adalah satu, satu-satunya, yang hanya satu”. 16 (Atharwa Weda XIII, 4, 12). Di dalamnya semua para Dewa menjadi satu. “17(Atharwa Weda XIII, 4,13).

Satu atau esa disini bukan dalam arti monotheisme, tetapi pantheisme/panentheisme, yaitu Tuhan yang ada didalam dan diluar ciptaannya.

Bila Tuhan itu satu mengapa Tuhan masing-masing agama berbeda, bukan hanya nama-Nya tetapi juga sifat-sifatnya dan juga ajaran –ajarannya serta pengaruhnya bagi pengikutnya?

Patanjali di dalam Yoga Sutra mengatakan : “Obyek yang sama dipahami dengan cara berbeda-beda oleh pikiran yang berbeda-beda. Oleh karean itu pikiran mustilah lain dari obyek itu”. Sutra IV.15.

Komentar atas sutra diatas biasanya memberi contoh tentang seorang perempuan muda dan cantik yang kawin. Dia membawa kebahagiaan bagi suaminya, menyebabkan perempuan lain cemburu, membangkitkan nafsu bagi lelaki garang, dan dipandang acuh-tak acuh oleh lelaki yang mampu mengendalikan diri. Siapa dari orang-orang itu yang mengetahui dia sebagai dia sesungguhnya ? Tidak satupun dari mereka. Obyek itu dalam dirinya sendiri tidak dapat diketahui oleh persepsi indera.

Manusia yang dapat dilihat dan diraba dapat menimbulkan berbagai tafsiran. Apalagi mengenai Tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera. Di dalam filsafat ada pendapat, Tuhan dalam dirinya sendiri (bhs Yunani : Ousia) tidak dapat diketahui. Hanya Tuhan dalam relasi dengan dunia, dalam ekspresinya (bhs Yunani : hipostasis) dapat diketahui, atau ditangkap oleh pikiran manusia yang terbatas. Ini menjelaskan mengapa Tuhan masing-masing agama berbeda karakter dan ajarannya. Ada Tuhan yang mengajarkan kebencian dan kekerasan, ada Tuhan yang mengajarkan damai.

Pengakuan dari umat / agama yang mengatakan Tiada Tuhan selain Tuhan Saya, telah membuat terjadi perebutan atas ciptaan ?

Untuk agama-agama missi yang agresif, memang ada kesan seperti itu. Tuhan dalam agama-agama ini seperti meninggalkan alam semesta yang maha luas, yang telah diciptakannya, untuk menjadi satu Tuhan sekterian. Tuhan suku, yang hanya mengurusi atau berpihak pada sekelompok pemeluknya dan mengecualikan bahkan memusuhi kelompok masyarakat lain (Karen Armstrong dalam buku “A History of God”)

Tuhan-tuhan agama Abrahamik itu telah berobah dari Tuhan bagi seluruh alam semesta, menjadi Tuhan bagi satu “suku” saja. Yahweh hanya mengurusi orang Yahudi, Jesus hanya memberi keselamatan bagi orang Kristen. Allah hanya membela orang Muslim. Menurut Arnold Toynbee, hal ini lalu menimbulkan penyakit pharisiisme, yang ditandai oleh gejala merasa diri paling benar sendiri, sikap eksklusif dan fanatic. Dan ini menimbulkan konflik, dan perang-perang yang paling kejam, perang-perang antara sekte Kristen, Protestan vs Katolik, perang antar Kristen vs Islam (crusade, atau perang salib). Perang-perang agama ini masih bersisa sampai sekarang. Hal ini tampak jelas di Irlandia Utara, Timur Tengah, pada titik pusat ketiga agama ini, Yerusalem, yang artinya kota yang damai. Juga di tanah air kita, Maluku dan Poso, dan terror bom di Bali dan Jakarta.

Konflik Blaise Pascal seorang filsuf Prancis mengatakan, dimana-mana orang baik berbuat baik, orang jahat berbuat jahat. Tetapi hanya agama yang membuat orang baik berbuat jahat dan untuk itu merasa dirinya disayangai Tuhan. Jadi kalau agama-agama mendapat nama buruk karena mengajarkan kekerasan dan kebencian, ketiga agama rumpun Yahudi ini yang paling bertanggung jawab.

Menurut Toynbee, untuk menyembuhkan penyakit pharisiisme ini, dan menyelamatkan dunia dari kehancuran, para pemeluk agama rumpun Yahudi harus belajar dari semangat agama-agama India, (Hindu, Budha, dan Jain) yang tidak hanya inklusif tetapi pluralis, menghargai perbedaan dan kemajemukan (An Historian’s Approach to Religion).

Di dalam agama Hindu, Weda, Upanisad dan Bagawad Gita, Tuhan tidak hanya bagi orang Hindu, tetapi bagi semua mahluk. Kitab suci kita menyatakan, Wasudeva Kutumbakam, semua mahluk bersaudara dalam satu keluarga.



Tidak ada komentar: