23 September 2013

Upacara Mecaru Harmonisasi Manusia dan Lingkungan

Pecaruan di Catus pata Kab. Jembrana
Agama Hindu adalah agama rasa. Ketika merasakan keadaan tidak baik, umat kerapkali melaksanakan upacara Mecaru. Mecaru yang bisa juga disebut Bhuta Yadnya ini adalah suatu upacara untuk menjaga/mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan alam lingkungan sekitarnya.


Dalam Bahasa Sanskerta, "caru" artinya cantik, indah. Harmonis (kitab Samhita Swara). Dalam Bahasa Kawi, "caru" artinya kurban. Mecaru artinya menghaturkan kurban untuk memperindah dan mengharmoniskan sesuatu. "Mecaru merupakan upacara kurban yang bertujuan untuk mengharmoniskan bhuwana agung dan bhuwana alit agar menjadi baik, indah, lestari.
Upacara Mecaru ini dikatakan Jro Mangku Mayun Dalem, adalah aplikasi dari filosofi Tri Hita Karana, seperti yang disebutkan dalam Lontar Pakem Gama Tirta, agar terjadi keharmonisan dalam hubungan antara manusia dengan Sang Hyang Widhi (Parahyangan), hubungan antara manusia dengan sesama manusia (Pawongan)dan hubungan antara manusia dengan alam (Palemahan).
Ada bermacam-macam caru/persembahan yang dilakukan umat Hindu, seperti caru siap siki (ayam 1), caru siap lima (ayam 5), dan caru Rsi Gana. Tingkatan pecaruan yang diambil bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing umat.
Upacara Mecaru ini pun dilaksanakan dalam berbagai waktu. Misalkan, Mecaru ketika membangun dan menempati rumah baru. Ada beberapa rantetan upacaranya, yakni nyapuh pundukan, ngeruwak (membuat jalan untuk masuk ke rumah), mecaru negteg, baru kemudian penghuninya masuk pekarangan baru. Demikian halnya jika akan menempati rumah baru yang sudah ada. "Hendaknya juga dibuatkan pecaruan, menghaturkan sesajen untuk nyomiang (mendamaikan) agar tidak diganggu," ujar Jro Mangku di Pura Dalem Tohpati ini.
Ada juga Mecaru yang dilaksanakan sehari sebelum Hari Raya Nyepi, yang sering disebut Tawur Kesanga. Pada waktu sasih kesanga ini umat Hindu Bali melaksanakan upacara Mecaru/Bhuta Yadnya yang diadakan di perempatan jalan dan lingkungan rumah masing-masing. Pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisudha Bhuta Kala dan segala kotoran, berharap semoga semuanya sirna dan menjadi suci kembali.
Pecaruan yang dilakukan di rumah masing-masing, berisikan nasi manca warna (lima warna), lauk pauknya ayam brumbun (bulu berwarna - warni) disertau tetabuhan arak/tuak. Permohonan ini ditujukan kepada Sang Bhuta Raja, Bhuta Kala dan Bhatara Kala agar mereka tidak mengganggu umat manusia.
Jro Mangku Mayun Dalem mengutip sebuah sumber bacaan yang menyebutkan bahwa Bhuta Yadnya pada hakikatnya merawat lima unsur alam yang disebut Panca Maha Bhuta (tanah, air, api, udara dan ether). Kalau kelima unsur itulah lahir tumbuh-tumbuhan, yang seperti kita ketahui bahwa tumbuh-tumbuhanlah sebagai bahan dasar makanan hewan dan manusia. "Kalau keharmonisan kelima unsur alam itu terganggu maka fungsinya pun juga akan terganggu," ujarnya
Mecaru juga kerap dilakukan umat Hindu saat piodalan di pura atau merajan/sanggah. "Itu namanya caru piodalan. Jika Mecaru dilakukan di luar piodalan, itu biasanya caru khusus yang ditujukan ke siapa, " ujar Jro Mangku yang juga menjalankan pengobatan alternative secara tradisional ini.
Misalkan, caru khusus untuk Tugu Karang. Ini dijelaskannya tidak disebut upacara Mecaru. "Kita memberi upah ngijeng (menjaga) dalam bentuk sesajen caru," ujarnya. Pada tingkatan caru alit (kecil) untuk Tugu Karang, hewan caru yang dipakai adalah ayam hitam. Reruntutannya  adalah gelar sanga (fungsi-untuk para butakala), peras pengambyan, pengulapan, sayut agung, pememben, pejati, dan biyakawonan. "Jika mau mengambil tingkatan caru ayam lima, reruntutannya ini juga dikalikan lima," jelasnya.
Upacara Mecaru ini berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan spiritual kepada umat manusia agar selalu menjaga kaharmonisan alam, lingkungan beserta isinya (wawasan semesta alam). Makna upacara Mecaru ini adalah kewajiban manusia merawat alam yang diumpamakan badan raga Tuhan dalam perwujudan alam semesta beserta isinya.


"PECARUAN SENDIRI MERUPAKAN PENYUCIAN/PEMARISUDHA BHUTA KALA DAN SEGALA KOTORAN, BERHARAP SEMOGA SEMUANYA SIRNA DAN MENJADI SUCI KEMBALI."

Tidak ada komentar: