Pecaruan di Catus pata Kab. Jembrana |
Dalam
Bahasa Sanskerta, "caru" artinya cantik, indah. Harmonis (kitab
Samhita Swara). Dalam Bahasa Kawi, "caru" artinya kurban. Mecaru
artinya menghaturkan kurban untuk memperindah dan mengharmoniskan sesuatu.
"Mecaru merupakan upacara kurban yang bertujuan untuk mengharmoniskan
bhuwana agung dan bhuwana alit agar menjadi baik, indah, lestari.
Upacara
Mecaru ini dikatakan Jro Mangku Mayun Dalem, adalah aplikasi dari filosofi Tri
Hita Karana, seperti yang disebutkan dalam Lontar Pakem Gama Tirta, agar
terjadi keharmonisan dalam hubungan antara manusia dengan Sang Hyang Widhi
(Parahyangan), hubungan antara manusia dengan sesama manusia (Pawongan)dan
hubungan antara manusia dengan alam (Palemahan).
Ada
bermacam-macam caru/persembahan yang dilakukan umat Hindu, seperti caru siap
siki (ayam 1), caru siap lima (ayam 5), dan caru Rsi Gana. Tingkatan pecaruan
yang diambil bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing umat.
Upacara
Mecaru ini pun dilaksanakan dalam berbagai waktu. Misalkan, Mecaru ketika
membangun dan menempati rumah baru. Ada beberapa rantetan upacaranya, yakni
nyapuh pundukan, ngeruwak (membuat jalan untuk masuk ke rumah), mecaru negteg,
baru kemudian penghuninya masuk pekarangan baru. Demikian halnya jika akan
menempati rumah baru yang sudah ada. "Hendaknya juga dibuatkan pecaruan,
menghaturkan sesajen untuk nyomiang (mendamaikan) agar tidak diganggu,"
ujar Jro Mangku di Pura Dalem Tohpati ini.
Ada
juga Mecaru yang dilaksanakan sehari sebelum Hari Raya Nyepi, yang sering
disebut Tawur Kesanga. Pada waktu sasih kesanga ini umat Hindu Bali
melaksanakan upacara Mecaru/Bhuta Yadnya yang diadakan di perempatan jalan dan
lingkungan rumah masing-masing. Pecaruan sendiri merupakan
penyucian/pemarisudha Bhuta Kala dan segala kotoran, berharap semoga semuanya
sirna dan menjadi suci kembali.
Pecaruan
yang dilakukan di rumah masing-masing, berisikan nasi manca warna (lima warna),
lauk pauknya ayam brumbun (bulu berwarna - warni) disertau tetabuhan arak/tuak.
Permohonan ini ditujukan kepada Sang Bhuta Raja, Bhuta Kala dan Bhatara Kala
agar mereka tidak mengganggu umat manusia.
Jro
Mangku Mayun Dalem mengutip sebuah sumber bacaan yang menyebutkan bahwa Bhuta Yadnya
pada hakikatnya merawat lima unsur alam yang disebut Panca Maha Bhuta (tanah,
air, api, udara dan ether). Kalau kelima unsur itulah lahir tumbuh-tumbuhan,
yang seperti kita ketahui bahwa tumbuh-tumbuhanlah sebagai bahan dasar makanan
hewan dan manusia. "Kalau keharmonisan kelima unsur alam itu terganggu
maka fungsinya pun juga akan terganggu," ujarnya
Mecaru
juga kerap dilakukan umat Hindu saat piodalan di pura atau merajan/sanggah.
"Itu namanya caru piodalan. Jika Mecaru dilakukan di luar piodalan, itu
biasanya caru khusus yang ditujukan ke siapa, " ujar Jro Mangku yang juga
menjalankan pengobatan alternative secara tradisional ini.
Misalkan,
caru khusus untuk Tugu Karang. Ini dijelaskannya tidak disebut upacara Mecaru.
"Kita memberi upah ngijeng (menjaga) dalam bentuk sesajen caru,"
ujarnya. Pada tingkatan caru alit (kecil) untuk Tugu Karang, hewan caru yang
dipakai adalah ayam hitam. Reruntutannya
adalah gelar sanga (fungsi-untuk para butakala), peras pengambyan,
pengulapan, sayut agung, pememben, pejati, dan biyakawonan. "Jika mau
mengambil tingkatan caru ayam lima, reruntutannya ini juga dikalikan
lima," jelasnya.
Upacara
Mecaru ini berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan spiritual kepada
umat manusia agar selalu menjaga kaharmonisan alam, lingkungan beserta isinya
(wawasan semesta alam). Makna upacara Mecaru ini adalah kewajiban manusia
merawat alam yang diumpamakan badan raga Tuhan dalam perwujudan alam semesta
beserta isinya.
"PECARUAN SENDIRI MERUPAKAN
PENYUCIAN/PEMARISUDHA BHUTA KALA DAN SEGALA KOTORAN, BERHARAP SEMOGA SEMUANYA
SIRNA DAN MENJADI SUCI KEMBALI."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar