
Suatu ketika raja katak ingin membalas sakit hati kepada rakyatnya karena ia selalu dilecehkan, sehingga Sang raja ingin menghukum semua rakyatnya dengan caranya sendiri. Sebelum niatnya dilaksanakan, sang raja diam-diam keluar dari sumur dimana mereka hidup tentram dari sejak nenek moyangnya. Ia keluar melalui celah-celah rahasia yang hanya diketahui oleh bangsa katak itu saja, namun tidak diketahui oleh para musuh. Setibanya di luar sumur, sang raja katak melompat kesana kemari, barulah ia menemukan alat untuk menghukum rakyatnya yaitu seekor ular yang kelihatan kurus kering yang tinggal disela-sela bebatuan.

Sang raja Katakpun kemudian berkata sambil meyakinkan si ular. “Hai ular, aku ini bersungguh-sungguh, aku ingin membunuh rakyatku sendiri karena mereka membuat sakit hati pada diriku dan keluargaku. Kalau engkau mau menolongku, aku akan menghantarkan kekerajaanku, namun terlebih dulu aku ingin membuat perjanjian denganmu”, demikian jawab raja katak. Mendengar kata-kata raja katak, si ular dengan senang hati mau membantunya, namun ia kembali bertanya :”Hai raja Katak, perjanjian apa yang engkau ingin adakan padaku?”
Lalu Raja katak berkata : “Begini ular, setiba kamu di kerajaanku, engkau boleh memakan rakyatku lima ekor setiap hari, disamping itu sebagai balas jasamu padaku, engkau tidak boleh memakan keluargaku apalagi memakan aku.” Mendengar persyaratan yang disampaikan raja katak, maka sang ularpun merasa suka cita dan buru-buru mengiyakan perjanjian yang disyaratkan si Raja Katak.
Tersebutlah kini mereka berdua menuju ke kerajaan Katak yang berada ditengah-tengah sumur yang sangat sukar dijangkau, namun karena petunjuk raja katak, maka jalan rahasia yang tadinya sukar diketahui dengan mudah didapat oleh si ular. Pada hari-hari permulaan, si ular mentaati perjanjiannya dengan raja katak, ia hanya memakan dua sampai lima ekor katak, sehingga raja katak sangat gembira bisa membalaskan dendam pada rakyatnya. Namun setelah sebulan si ular yang tadinya kurus kering kini makin gemuk dan panjang, maka setiap hari ia memerlukan lebih dari sepuluh ekor katak. Selang beberapa bulan semua rakyat katak habis dimangsanya, hanya anak-anak dari raja katak dan sang raja katak yang masih hidup. Dengan keadaan demikian si ular kemudian mendekati raja katak dan berkata: “hai raja katak, aku sudah menolongmu, semua rakyatmu sudah ku bunuh semoga kau senang, kaarena dapat membalaskan dendam”, kata ular. Sang Raja Katak dengan gembiranya mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada sang ular. Namun sang ular berkata lain: “Hai Raja Katak, kini aku sudah lama menahan lapar, semua rakyatmu sudah habis, nah untuk mengisi perutku aku akan memakan anak-anakmu”.
Lalu raja katak terkejut dan memohon, “jangan ular aku sudah membantumu, jangan keluargku kamu makan lagi, ingat perjanjian kita.”
Sang ular pun kemudian menjawab,”Ih Raja Katak yang bodoh, bukankah aku ini musuhmu, makanku adalah keluarga katak, mengapa kini kau melarangku, ini adalah kehendakku. Bukan keluargamu saja yang akan aku makan , engkaupun kini adalah santapanku,” demikian kata si ular. Barulah sang raja katak sadar bahwa ia melampiaskan sakit hatinya kepada rakyatnya dengan meminta bantuan kepada musuh, sedangkan setelah rakyat dan kerabatnya barulah ia menyesal karena sentar lagi keluarga dan dirinya sendiri akan menjadi mangsa dari si ular yang sesungguhnya adalah musuhnya sendiri.
Renungan :Berhati-hatilah di dalam melakukan pekerjaan, pikirkanlah terlebih dulu dalam-dalam tentang akibat yang akan ditimbulkan kemudian. Jangan lah kita melepaskan emosi, namun kenda
likanlah emosi tersebut karena emosi sesaat akan menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan. Seperti raja katak yang marah kepada rakyatnya karena ketersinggungan, akhirnya menjadikan dirinya sendiri yang menderita.
Tulisan ini diambil dari kolom Renungan pada Harian Fajar Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar